Seluruh dunia saat ini diramaikan
dengan sebuah berita yang terus menerus memenuhi media mainstream dan media
sosial, yaitu resesi. Resesi merupakan sebuah keadaan dimana terjadi
pertumbuhan ekonomi negatif selama 2 kali berturut-turut. Kondisi ini berarti
adanya perlambatan perekonomian di suatu negara yang bisa disebakan oleh
berbagai macam hal. Namun pada artikel ini kita tidak akan membahas soal
penyebab resesi, tapi dampak yang bisa terjadi yaitu Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK).
Resesi membuat perusahaan
kesulitan untuk mendapatkan supplier atau vendor bahan baku operasional atau
yang disetarakan dengan itu baik dari sisi harga dan jumlah, karena kondisi
supplier tersebut juga mengalami hal yang sama. Selain itu, masyarakat sebagai
tumpuan utama untuk menggerakkan perekonomian juga mengurangi belanja mereka
dalam jumlah yang signfikan karena kekhwatiran dana tabungan yang minim.
Sehinga perusahaan harus berupaya keras dalam menghadapi masalah dari 2 sisi
tersebut, dimana salah satu keputusan yang terpaksa diambil perusahaan adalah
dengan menekan biaya dengan cara mem-PHK karyawan.
Berdasarkan hasil riset tim Epployee, diketahui bahwa hampir seluruh perusahaan menempatkan keputusan untuk mem-PHK karyawan sebagai langkah pahit dan akan ditempuh paling akhir setelah seluruh langkah alternatif lainnya dipertimbangkan. Penyebabnya adalah selain karena adanya kewajiban memberikan pesangon, perusahaan juga sudah banyak berinvestasi pada karyawan itu sendiri seperti pengalaman dan pengetahuan yang tidak sedikit. Sehingga jika perusahaan melakukan langkah PHK pun sesungguhnya juga memberikan poin negatif bagi perusahaan.
Oleh karena itu sangat disarankan
bagi perusahaan untuk semakin matang dalam membuat perencanaan dan evaluasi
kembali rencana bisnis termasuk dengan rencana anggaran yang telah disusun.
Periksa dan diskusikan kembali anggaran apa yang dapat dilakukan penghematan,
sambil melakukan “penerawangan” terkait dengan kondisi ekonomi dan bisnis dalam
jangka pendek. Sehingga langkah strategis yang diambil menjadi sangat efektif
dan efisien, atau dengan kata lain aktivitas produksi terus berjalan dengan
penuh kehati-hatian di tengah sentimen resesi yang ada.
Beberapa contohnya adalah evaluasi anggaran untuk menambah karyawan yang memang sebenarnya telah lowong, sebisa mungkin lowongan tersebut dapat dikerjakan oleh karyawan yang sudah ada tanpa perlu merekrut lagi, setidaknya sampai kondisi ekonomi dinilai ideal kembali. Contoh lainnya adalah pengadaan kendaraan operasional, selagi bisa memanfaatkan asset yang ada atau sewa akan jauh lebih efisien daripada langsung mengeluarkan kas untuk asset yang terdepresiasi. Terakhir, keputusan untuk ekspansi usaha misal pengadaan alat / mesin, pembukaan kantor cabang baru atau membeli barang dagang tanpa memasukkan asumsi kondisi pasar dan bisnis terkini, akan sangat tidak bijak.
Perusahaan juga dapat menyikapi
biaya tenaga kerja dengan menunda kegiatan yang tidak produktif dan hindari
aktivitas lembur yang menyebabkan biaya lembur. Terakhir, meskipun terkesan
pahit tapi perusahaan masih dapat melakukannya yaitu dengan meniadakan bonus
atau insentif rutin demi menambah panjang runaway perusahaan dan kelangsungan
karyawan juga, sehingga tidak perlu ada PHK yang dampaknya akan sangat
menyakitkan bagi karyawan itu sendiri, istri, anak dan keluarga besarnya.
By Epployee, The Smart HR System,
membantu kamu dan perusahaanmu dalam pengelolaan segala aktivitas ketenagakerjaan
seperti presensi, cuti, lembur, izin, gaji, performance, project management,
dan masih banyak lagi. Bersama Epployee, jadikan perusahaanmu sebagai perusahaan
pelopor efektivitas dan efisiensi di tengah sentimen resesi!